Monday, April 30, 2007

Model untuk Mengukur Pencapaian MDGs dan Implementasi Kebijakan Negara

Pengantar

Penyelenggaraan lokakarya penyusunan shadow report (laporan alternatif) implementasi pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) – yang diinisiasi INFID, GAPRI dan Kapal Perempuan – penting untuk diapresiasi. Biasanya, shadow report merupakan dokumen alternatif yang dipersandingkan dengan dokumen laporan resmi yang disusun Pemerintah (Negara). Problemnya, seperti dikemukakan dalam TOR Panitia, hingga saat ini Indonesia belum menyusun dokumen laporan pencapaian dan evaluasi program-program MDGs. Sehingga, dokumen yang hendak disusun, lebih merupakan dokumen inisiatif dari organisasi masyarakat sipil (OMS) dalam memberikan penilaian terhadap kebijakan dan solusi “pengentasan” kemiskinan di Indonesia.

Artikel singkat ini akan menganalisis dan memberikan rekomendasi teknis untuk proses penyusunan dokumen inisiatif tersebut, yang akan memuat: (1) akar dan problem dilevel domestik yang menyebabkan problem kemiskinan cenderung tidak terselesaikan; (2) rekomendasi untuk menilai “klaim” dan pernyataan yang disampaikan pemerintah (Negara) dalam fora internasional. Hal ini dilakukan, mengingat Pemerintah (Negara) belum menyampaikan atau menyusun laporan pencapaian MDGs; (3) Sejumlah dokumen yang penting untuk dilihat dalam proses penyusunan dokumen inisiatif OMS dalam menilai kebijakan dan praktik implementasi Pemerintah (Negara).


Kemiskinan (Rakyat) Indonesia dan Keperluan Pemerintahan yang Efektif

Problem pokok mengapa problem kemiskinan – isu pokok dalam MDGs – (rakyat) Indonesia hingga saat ini belum dapat diselesaikan secara maksimal, dapat dijawab antara lain adanya fakta belum adanya pemerintahan yang efektif. Ketidak efektifan pemerintahan, dapat dilihat dari 3 trend, sebagai berikut:

Pertama, Negara lebih merespon kepentingan Asing, contoh legislasi produk perundang-undangan yang mengakomodir kepentingan modal Asing: UU Sumber Daya Air, UU Penambangan Terbuka di Hutan Lindung;

Kedua, Negara punya kecenderungan mengeluarkan kebijakan yang memperkuat kepentingan Pemodal diatas kepentingan rakyat banyak, contoh Perpres No. 36/2005 mengenai pengalihan dan pencabutan hak atas tanah untuk “kepentingan umum”;

Ketiga, Belum maksimalnya Negara memenuhi obligasi promosi, perlindungan dan pemenuhan hak-hak ekosob, contoh: (1) hak rakyat atas standar kesehatan tinggi yang dapat dicapai (kasus busung lapar, gizi buruk, wabah virus polio dan lumpuh layuh); (2) hak atas perumahan (penggusuran paksa dan ketiadaan perumahan layak bagi masyarakat miskin); (3) hak atas pekerjaan dan kenyamanan dalam melakukan pekerjaan (kebijakan buruh murah, buruh kontrak); (4) dibidang hak atas pendidikan (biaya pendidikan mahal dan fasilitas pendidikan yang kurang memadai); (5) hak atas lahan dan keamanan hukum atas tanah (pengusuran paksa, pengalihan peruntukkan lahan).

Karenanya tugas terberat: mendorong (membentuk) pemerintahan yang efektif. Medorong mempunyai arti organisasi masyarakat sipil (OMS) dapat saling bekerjasama dengan institusi-insitusi negara, seperti: Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKN) – sebelumnya Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional.

Kerjasama dengan Pemerintah atau lembaga-lembaga Negara untuk menanggulangi problem kemiskinan menjadi perlu, terlebih dalam kerangka pemenuhan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya (ekosob). Hal ini disebabkan pendekatan Hak Asasi Manusia (human rights based approach) mensyaratkan adanya pemenuhan hak yang dilakukan oleh Negara. Dalam banyak norma dan standar internasional sering dikemukakan, bahwa promosi, perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia merupakan tugas pokok (primary obligation) dari institusi-institusi Negara.


Mendokumentasikan Klaim dan Pernyataan Pemerintah (Negara) dan Mengkritisinya

Sebagai catatan, dalam Sidang Pleno Majelis Umum PBB ke-59 untuk memperingati 10 tahun Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan (ICPD+10) di New York, pada 14 Oktober 2004, Indonesia dinilai sebagai Negara yang berhasil melaksanakan program ICPD+10. “Klaim” keberhasilan ini perlu mendapat respon dari CSOs. Demikian juga pernyataan atau klaim yang disampaikan perwakilan Pemerintah Indonesia di fora Internasional.

Sebagai contoh, apa yang dikemukakan Rezian Ishar Jenie, Permanent Representative, Permanent Mission of the Republic Indonesia to the Uniterd Nationas Before the Third Committee 59th Session of the UN General Assembly.[1] Dalam pernyataannya, perwakilan Indonesia menyatakan:

“... Indonesia’s Parliament adopted the Law on National Social Security System, as mandated by our 1945 Constitution. The law provides progressive implementation of social security schemes on health, employment injury, and pension fund. This constitutes not only better policy formulation and implementation as well as management of the work of our current agencies on social development, but also provides a legal framework that ensures all Indonesians are protected against unprecedented social risks and provided with the proper fulfillment of basic needs.”


Juga diungkapkan:

“... Indonesia is fully committed to the implementation of the 2002 Madrid International Plan of Action on Ageing and the 1999 Macao Plan of Action on Ageing for Asia and the Pacific. Government measures that address the issue of elderly persons include a number of programmatic activities and legislative policies such as the adoption of Law No. 13/1998 on The Welfare of Older and continued commitments of the Indonesian Government on the issue National Commission on Ageing has also been established by Presidential Decree No. 52/2004. Its main task is to assist the President in coordinating the implementation of national policies and programs, as well as rendering professional advice and recommendations to the President.”


Mengenai pelaksanaan program “keluarga yang berkualitas”, Pemerintah menyatakan:

“…Indonesia attaches great importance to the family as basic unit of society. In achieving the “2015 Quality Family,” the Indonesian Government is promoting family empowerment programs emphasizing family welfare and resilience, using certain indicators of achievement such as fulfillment of basic needs, access to information and economic resources, and level of awareness among family and community members.”

Selanjutnya, dalam kesimpulan pernyataan Pemerintah Indonesia, dinyatakan:

“…Indonesia believes that successful social development is essential to the realization of development in other sectors, such as economic and political developments. As social development embeds a gamut of aspects, Indonesia is committed to the promotion of coherence in social development policies, taking into account development policies in other sectors.”

Pernyataan tersebut diatas, perlu mendapat respons positif jika dalam level praktik memang betul-betul diimplementasikan dan bermanfaat bagi rakyat.

Karenanya, dalam penyusunan Shadow Report MDGs, ada baiknya jika kita dapat mengkritisi pernyataan atau klaim-klaim keberhasilan, tentu saja dengan tujuan agar mendorongnya ke arah yang lebih positif. Skema kritisi semacam ini dapat disusun seperti dalam tabel 1.


Tabel 1

Model Penilaian MDGs: Kebijakan dan Implementasinya di Indonesia

MDGs
Target
Pernyataan Pemerintah Indonesia di fora internasional
Kritisi (Shadow Report)


Sejumlah Dokumen yang Perlu Dikritisi

MDGs bermanfaat untuk menjadi kerangka dan alat ukur dalam aktivitas advokasi dilevel domestik. Demikian juga, keterlibatan CSOs Indonesia dalam dalam inisiatif Global Call to Action against Poverty (GCAP) – merupakan bagian dari advokasi trans-nasional – dalam advokasi (1) penghapusan utang; (2) perdagangan yang lebih adil, serta; (3) bantuan luar negeri yang lebih besar dan tanpa syarat.

Untuk keperluan mengumpulkan dan mendokumentasikan pernyataan dan “klaim” pemerintah (Negara) Indonesia, kiranya dapat dilakukan riset atas dokumen yang dikeluarkan lembaga/badan PBB yang mempromosikan dan melaporkan pencapaian MDGs, termasuk dokumen yang dihasilkan dalam kegiatan-kegiatan lembaga ini, sebagaimana dimuat dalam tabel 2.


Tabel 2
Lembaga/Badan Internasional yang berkaitan dengan MDGs
(berdasarkan abjad)

United Nations Agencies, Programmes, and Funds
Specialized Agencies
Regional Commissions


Dilevel domestik, untuk mengetahui implementasi MDGs, dapat dipergunakan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang ditetapkan Negara. Sebagai bahan, bisa saja kita mengklasifikasikannya berdasarkan komposisi Komisi yang dibentuk di DPR dan Pasangan Kerja untuk melihat instansi Pemerintah mana yang bertanggungjawab terhadap isu-isu MDGs.

Tabel 3

Komisi di DPR dan Pasangan Kerja di Lembaga Pemerintahan

Pasangan Kerja Komisi DPR RI
Sub Komisi

Komisi I

(Pertahanan, Keamanan, Luar Negeri, Dan Informasi)
Departemen Pertahanan, Departemen Luar Negeri, Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Sekretaris Negara/Sekretaris Kabinet, Kantor Menteri Negara Komunikasi dan Informasi, Dewan Ketahanan Nasional, Badan Intelijen Negara, Lembaga Sandi Negara, Lembaga Informasi Nasional, Lembaga Kantor Berita Nasional Antara, Lembaga Ketahanan Nasional.
- Pertahanan
- Luar Negeri dan Lembaga Kepresidenan
- Informasi dan Komunikasi

Komisi II

(Pemerintahan Dalam Negeri, Hukum, HAM dan Aparatur Negara)
Departemen Dalam Negeri, Departemen Kehakiman dan HAM, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, Kejaksaan Agung, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Lembaga Administrasi Negara, Badan Kepegawaian Negara, Badan Pertahanan Nasional, Komisi Pemilihan Umum, Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara, Komisi Ombudsman Nasional, Komisi Nasional HAM, Setjen Mahkamah Agung.
- Hukum dan HAM
- Dalam Negeri dan Otonomi Daerah
- Pertanahan

Komisi III

(Pertanian, Kehutanan, Kelautan dan Perikanan )
Departemen Pertanian, Departemen Kehutanan, Departemen Kelautan dan Perikanan, Badan Urusan Logistik, Dewan Maritim Nasional
- Pertanian dan Pangan
- Kehutanan dan Perkebunan
- Kelautan dan Perikanan

Komisi IV

(Perhubungan, Telekomunikasi dan Prasarana wilayah)
Departemen Perhubungan, Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Kantor Menteri Negara Urusan Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia.
- Perhubungan
- Pemukiman dan Prasarana Wilayah

Komisi V

(Industri, Perdagangan , dan Koperasi)
Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Kantor Menteri Negara Urusan Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Badan Standarisasi Nasional, Badan Koordinasi Penanaman Modal, Kantor Menteri Negara BUMN, Komisi Pengawas Persaingan Usaha ( KPPU )
- Perindustrian dan Perdagangan
- Koperasi
- Pariwisata

Komisi VI

(Agama, Pendidikan, Budaya dan Pariwisata )

Departemen Agama, Departemen Pendidikan Nasional, Arsip Nasional RI, Perpustakaan Nasional, Kantor Menteri Negara Kebudayaan dan Pariwisata, Badan Pengembangan Pariwisata dan Kesenian Nasional.
- Sub Komisi A (Agama dan Arsip Nasional)
- Sub Komisi B (Pendidikan dan Perpustakaan Nasional)

Komisi VII

(Kesehatan, Sosial dan Kependudukkan)
Departemen Kesehatan, Departemen Sosial, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kantor Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, BKKBN, Badan Pengawas Obat dan Makanan.
- Tenaga Kerja dan Transmigrasi
- Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial
- Pemberdayaan Perempuan

Komisi VIII

(Energi, Sumber Daya Mineral, RISTEK dan Teknologi, dan Lingkungan Hidup)
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi, Badan Pengendalian Dampak Lingkungan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Badan Tenaga Atom Nasional, Dewan Riset Nasional, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia,Badan Pengawas Tenaga Nuklir, Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional.
- Energi dan Sumberdaya Mineral
- Lingkungan Hidup
- Ristek

Komisi IX

(Keuangan, Perbankan dan Perencanaan Pembangunan )
Departemen Keuangan, Kantor Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS, Gubernur Bank Indonesia, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Pusat Statistik (BPS).
- Keuangan
- Perbankan dan Lembaga Keuangan Bukan Bank
- Perencanaan Pembangunan BUMN

Sebagai penutup, perlulah dikemukakan bahwa untuk mengeksaminasi implementasi kebijakan Negara dalam pencapaian MDGs lebih ringan jika: pertama, akses informasi dalam instansi-instansi Negara dibuka seluas-luasnya. Kedua, jika dokumennya sendiri memang ada (disusun) instansi-instansi yang bersangkuta. Lokakarya ini menjadi penting untuk saling tukar informasi, data dan dokumen.


Selamat berlokakarya.

* Dipresentasikan pada Lokakarya “Penyusunan Shadow Report MDGs Indonesia.” INFID; GAPRI dan Kapal Perempuan. Jakarta, 8 Agustus 2005.

[1] Dokumen dapat dilihat di http://www.indonesiamission-ny.org/NewStatements/3c100504.htm
Load Counter