Monday, April 30, 2007

Hak Ekosob: Hak Konstitusional, Hak Hukum, Hak Kita Semua

Pengantar

Selain mengadvokasi hak-hak sipil dan politik (Sipol), penulis dapat membuktikan, kantor-kantor LBH dan YLBHI telah sejak lama mempromosikan dan mendorong Negara untuk memenuhi hak-hak ekonomi, sosial dan budaya di Indonesia. Pada periode awal pembentukan LBH, Kasus pertama yang “meledak” adalah kasus Simpruk. Pada saat itu terjadi konflik pertanahan antara masyarakat dengan TNI AU. Menurut, Abdurrahman Saleh, pada saat itulah, LBH “memproklamirkan” bantuan hukum struktural.[1] Disebabkan pada saat itu, pengacara (advokat) tidak hanya menangani kasus dibelakang meja, tetapi para advokat – termasuk Adnan Buyung Nasution – turun langsung ke lapangan. Bahkan, menurut Abdul Rahman Saleh, Adnan Buyung Nasution ikut mencabuti patok-patok tanah milik Angkatan Udara.[2]

Dalam perkembangannya, advokasi yang dilakukan diberi bobot perspektif norma dan standar hak asasi manusia (human rights based perspective). Terhitung, sejak Oktober 2002, ditingkat Badan Pengurus, dibentuk Divisi Promosi dan Perlindungan Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Divisi Ekosob).

Artikel singkat ini akan mendeskripsikan, sekaligus menganalisis dua hal: (1) fakta dan perkembangan advokasi yang dilakukan kantor-kantor LBH dalam mempromosikan dan melakukan pembelaan hak-hak ekosob masyarakat. Selanjutnya, (2) dikemukakan tiga hal – dapat juga menjadi rekomendasi – untuk aktivitas advokasi dilevel lokal, nasional maupun internasional.


Advokasi Mendorong Perwujudan Pemenuhan Hak Ekosob

LBH Papua memberi perhatian dan melakukan advokasi hak atas pekerjaan (hak-hak buruh disektor kehutanan), kasus-kasus pertanahan, kasus pencemaran lingkungan serta hak atas pendidikan, hak atas kesehatan serta memberi perhatian terhadap pemberdayaan ekonomi rakyat, termasuk hak-hak masyarakat adat.[3]

LBH Menado melakukan advokasi perburuhan dan mengadvokasi korban-korban pencemaran lingkungan dan kasus pertanahan.[4]

LBH Makassar, melaksanakan advokasi berdasarkan hasil dari identifikasi yang dilaksanakan, yakni: advokasi korban sengketa tanah, pedagang kaki lima (penggusuran), advokasi kelompok miskin kota, hak atas pekerjaan, hak atas kesehatan, hak atas lingkungan hidup yang sehat.[5]

Upaya litigasi, dilakukan LBH Medan, seperti advokasi hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara menyangkut sengketa antara masyarakat dengan Badan Pertanahan Negara (BPN) dan pihak perusahaan perkebunan.[6]

LBH Lampung aktif melakukan advokasi kasus-kasus agrarian, kasus pencemaran lingkungan, dan hak kesehatan masyarakat serta hak-hak buruh. LBH Lampung, juga tercatat sebagai anggota Koalisi Gotong Royong Tolak Penggusuran – sebuah koalisi Nasional yang mengkritisi pemberlakuan Perpres No. 36/2005.[7]

Demikian juga, LBH Palembang[8], giat melakukan advokasi hak-hak buruh di 10 wilayah (kabupaten/kota) dan advokasi hak-hak petani serta kasus pertanahan di 7 wilayah (kabupaten/kota) di Sumatera Selatan. Sementara advokasi hak atas lingkungan dilakukan berkaitan dengan kasus pencemaran minyak, industri kimia, pengolahan karet, industri pertambangan, perhotelan, kegiatan perdagangan/jasa serta industri kecil dan rumah tangga.

LBH Jakarta sempat mengajukan permohonan uji formiil dan materiil (judicial review), sejumlah undang-undang di Mahkamah Konstitusi (MK), seperti UU No. 13/2003[9] dan UU No. 7/2004.[10] Selanjutnya, LBH Jakarta juga mengajukan judicial review di Mahkamah Agung (MA), seperti Kepmendiknas tentang Ujian Akhir Nasional.[11] Sebagai tambahan, LBH Jakarta, juga aktif melakukan advokasi hukum untuk para (komunitas) buruh migran.

LBH Bandung melakukan (telah dan sedang) advokasi hak-hak ekosob[12], seperti kasus pembangunan jaringan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (Sutet), bendungan Jatigede, pembangunan apartemen Setiabudi, kasus proyek Dago-Lembang, dan masalah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kota Bandung, kasus akses hak atas air, kasus pembuangan limbah pabrik di Daerah Aliran Sungai (DAS), kasus pencemaran minyak di Inderamayu. Selanjutnya, LBH Bandung juga secara aktif melakukan advokasi hak-hak buruh dan hak-hak masyarakat atas lahan (tanah).

Sama halnya dengan LBH Bandung, LBH Bali, mengadvokasi hak-hak buruh, terutama buruh dalam sektor pariwisata dan advokasi kasus-kasus pertanahan.[13] Penanganan litigasi dalam advokasi hak-hak ekosob, yang dilakukan LBH Bali, antara lain: kasus perumahan Puri Taman Umadui, kasus penipuan tenaga kerja Indonesia (TKI/Buruh migran) dan penanganan kasus-kasus pemutusan hubungan kerja (PHK).[14]

LBH Yogyakarta melakukan advokasi hak-hak ekosob, terutama hak atas pekerjaan (Pedagang Kaki Lima – PKL, juru parker, buruh, nelayan, dan petani), disamping advokasi hak atas kesehatan berkaitan dengan kasus-kasus pencemaran.[15]

Untuk mengadvokasi hak-hak ekosob, LBH Semarang mengorganisir 4 divisi, yakni: (1) divisi nelayan, masyarakat pesisir dan lingkungan hidup; (2) divisi petani; (3) divisi buruh, serta; (4) divisi miskin kota. Divisi ini dibentuk untuk mengadvokasi kelompok-kelompok (marjinal) yang ada dimasyarakat dalam membela dan memperjuangkan hak-hak ekosobnya.[16]

Sementara, LBH Surabaya, menyelenggarakan advokasi hak-hak ekosob, termasuk penyelenggaraan “advokat keliling” atau “street justice” – dimana para advokat dan pekerja bantuan hukum menyelenggarakan konsultasi hukum ditempat-tempat publik. Advokasi yang dilakukan, seperti pendampingan hak-hak buruh (sektor industri, transportasi, restoran, hotel, buruh BUMN, buruh migran dan pegawai tidak tetap (honorer)).[17] Disamping itu, LBH Surabaya juga aktif melakukan advokasi hak-hak kesehatan masyarakat dan hak-hak pendidikan.[18]

LBH Aceh, satu kantor yang memfokuskan advokasi terhadap masyarakat, terutama korban-korban kejahatan hak sipil dan politik. Situasi ini, kemudian berubah, terutama pasca-tragedi gempa dan gelombang Tsunami. Saat ini, LBH Aceh sangat aktif melakukan advokasi hak-hak masyarakat korban Tsunami seperti hak atas lahan dan perumahan.

Sebagai catatan, semua kantor LBH – YLBHI secara aktif mendorong perwujudan pemerintahan yang bersih, termasuk bersama-sama organisasi masyarakat sipil lain mengungkap kasus-kasus korupsi. Dalam konteks ini, gerakan anti-korupsi sangat relevan secara parallel dengan advokasi hak-hak ekosob. Praktik-praktik korupsi jelas menjadi hambatan besar dalam pengalokasian dana Negara dalam memenuhi hak-hak ekosob Masyarakat.


Sudah, dan Dorong Lagi

Sejumlah katalog yang dimuat dalam norma dan standar hak asasi manusia (internasional dan domestik) telah diperjuangkan advokat, pekerja bantuan hukum, sukarelawan LBH – YLBHI. Dari, laporan LBH, sejumlah “katalog” hak ekosob yang telah dan sedang diadvokasi, seperti:
- hak atas pendidikan;
- hak atas standar kesehatan tertinggi yang dapat dicapai;
- hak atas pekerjaan dan kenyamanan dalam melakukan pekerjaan;
- hak atas perumahan, serta;
- hak atas tanah (lahan).


Saat ini diperlukan pemaksimalan sumberdaya advokat, PBH dan sukarelawan YLBHI – LBH untuk memperjuangkan pemenuhan hak-hak ekosob di negeri ini. Setidaknya, ada tiga hal yang perlu terus dikembangkan:

Pertama, promosi tentang prinsip-prinsip, features dan batas lingkup, termasuk definisi hak-hak ekosob. Hal ini diperlukan, dalam praktik, untuk memberikan kerangka kebijakan dan praktik pemenuhan hak-hak ekosob rakyat;

Kedua, dilingkup core competence YLBHI – LBH, perlu dikembangkan terus peluang-peluang menggunakan system peradilan – disamping mekanisme administrasi dan politik – dalam rangka pemenuhan hak-hak ekosob. Dengan kata lain, sebaiknya terus mendorong hak-hak ekosob sebagai hak konstitusional menjadi hak hukum masyarakat, terutama berkaitan justisiabilitas hak-hak ini.

Ketiga, secara terus menerus sebaiknya Kita menghidupi sebuah tradisi yang positif: memproduksi gagasan dan ide-ide maju tentang sistem Negara demokrasi, penegakan hukum, hak asasi manusia dan secara umum gagasan tentang masyarakat dan kemanusiaan. Aktivitas ini bertujuan untuk menopang keseluruhan aktivitas advokasi dimana YLBHI – LBH selain menjadi lembaga advokasi, juga menjadi prominent critical and criticism centre.

Sebagai penutup, artikel ini dilampiri sejumlah isu/topik, kebijakan dan serta target-target norma yang sebaiknya diadvokasi dalam kerangka promosi dan perlindungan hak-hak ekosob di Indonesia. Sasaran advokasi ini, tentu saja tidak hanya dapat didorong oleh advokat, PBH atau sukarelawan LBH, melainkan juga para alumni LBH yang saat ini memegang dan duduk dalam posisi kunci dan strategis dalam lembaga-lembaga Negara, dalam menjalankan obligasi untuk mempromosikan, melindungi, memajukan dan memenuhi hak-hak ekosob di Indonesia.

* Disampaikan pada Rapat Kerja Nasional YLBHI – LBH 2005. ““Posisi dan Peran LBH – YLBHI Dalam Promosi dan Perlindungan Hak-hak Ekosob”. Penulis berterima kasih kepada kantor-kantor LBH yang telah menyampaikan laporan dan paper tentang “Posisi dan Peran LBH dalam Promosi dan Perlindungan Hak-hak Ekosob”.


Catatan Belakang:

[1] Disampaikan Abdurrahman Saleh saat menjadi keynote speaker pada Rapat Kerja Nasional LBH – YLBHI 2005. “Posisi dan Peran LBH – YLBHI Dalam Promosi dan Perlindungan Hak-hak Ekosob”

[2] Ibid.

[3] Lihat Laporan LBH Papua. “LBH Papua: Hak Ekosob Dalam Otsus Papua”., terutama h. 2 – 4. Lihat juga Lampiran, h. 1 – 3.

[4] Laporan Lembaga Bantuan Hukum Manado, h. 3; Lihat juga “Peran LBH Manado dan Bantuan Hukum”.

[5] Lihat M. Hasbi Abdullah. “Peran dan Posisi LBH Makassar Dalam Promosi dan Mendorong Perlindungan Hak Ekosob”.

[6] Lihat Laporan LBH Medan. “Lembaga Bantuan Hukum Medan. Dahulu – Sekarang dan Kedepan”, h. 4.

[7] Lihat Laporan LBH Bandar Lampung. “Posisi dan Peran LBH Bandar Lampung Dalam Promosi dan Perlindungan Hak-hak Ekosob Masyarakat”, h. 3 – 4.

[8] Lihat Laporan LBH Palembang. “Laporan Kantor Daerah YLBHI. Lembaga Bantuan Hukum Palembang”, h. 4 -7.

[9] UU Ketenagakerjaan.

[10] UU Sumber Daya Air.

[11] Lihat Laporan LBH Jakarta. “Laporan Hukum dan HAM Jakarta. Hujan Impunitas untuk Pelanggaran HAM”, h. 8 – 10.

[12] Lihat Wirawan. “Posisi dan Peran LBH Bandung dalam Promosi dan Perlindungan Hak Ekosob Masyarakat”. Lihat juga “Laporan Kondisi Hak Asasi Manusia Tahun 2004: Tahun Ketidakpastian”, dan; “Laporan Tahunan 2004 Lembaga Bantuan Hukum Bandung. Memberdayakan Rakyat, Memperkuat Sistem Hukum”.

[13] Lihat Laporan LBH Bali. “Saatnya HAM Generasi Kedua Ditegakkan”, h. 3 – 4.

[14] Ibid., Lampiran.h. 3 – 4.

[15] Lihat Laporan LBH Yogyakarta. “Posisi dan Peran LBH Yogyakarta dalam Mempromosikan Hak-hak Ekosob di DIY”, h. 1 – 6.

[16][16] Lihat “Posisi dan Peran YLBHI – LBH Semarang Dalam Pemenuhan Rasa Keadilan untuk Masyarakat”, h. 2 – 3.

[17] Lihat “Progress Report. LBH Surabaya Tahun 2005”, h. 1 dan h. 34.

[18] Ibid., h. 35 - 36.
Load Counter