Friday, September 05, 2008

Paralegal di Indonesia

Kertas Kerja*

Pengantar

Sejak 1980an, LBH dan YLBHI telah menyelenggarakan pendidikan paralegal.[1] Di awal 1990-an dimotori LBH – Yayasan LBH Indonesia, telah dibentuk Jaringan Paralegal Indonesia. Namun jaringan ini tidak aktif lagi sejak 1996.[2]

Ada 2 bentuk pendidikan paralegal, yakni pendidikan langsung kepada para paralegal, dan pendidikan untuk mendidik seseorang menjadi pendidik (training of trainers). Dalam perkembangannya, pendidikan paralegal mengalami dinamika. Periode 1980-an, pada umumnya LBH melakukan pendidikan paralegal berdasarkan komunitas yang mengalami pelanggaran hak asasi manusia dan tengah menghadapi perkara hukum. Maka materi ajar dalam pendidikan paralegal spesifik pengetahuan dan keterampilan bagi masyarakat untuk memperjuangkan haknya baik dalam proses peradilan maupun diluar proses peradilan. Maka ilmu yang diajarkan adalah ilmu yang spesifik: ilmu “tanah”, ilmu “buruh” atau pengetahuan tentang KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana). Periode ini seorang paralegal hanya mendalami pengetahuan yang berguna bagi penanganan kasus yang dialami komunitasnya.

Selanjutnya, periode 1990an, pendidikan paralegal mulai berkembang berdasarkan isu dengan mengundang beragam komunitas dimasyarakat. Hal ini sejalan dengan mulai berdirinya organisasi non-pemerintah yang spesifik menangani isu-isu tertentu, seperti WALHI, ICEL dan LBH Apik. WALHI dan ICEL menyelenggarakan pelatihan paralegal dibidang lingkungan hidup. Sementara LBH Apik menyelenggarakan pendidikan paralegal untuk isu kekerasan dalam rumah tangga dan hak-hak perempuan dan anak.


A. Definisi Paralegal

Belum ditemukan padanan kata paralegal (dalam bahasa Inggris) ke dalam bahasa Indonesia. Karenanya, istilah paralegal langsung diadopsi kedalam bahasa Indonesia. Istilah yang hampir sama yang juga sering digunakan yakni “pokrol bambu”. Istilah paralegal sendiri merupakan istilah dibidang hukum.

Istilah paralegal, dikenakan bagi orang yang bukan advokat, namun memiliki pengetahuan dibidang hukum (materil) dan hukum acara, dengan pengawasan advokat atau organisasi bantuan hukum, yang berperan membantu masyarakat pencari keadilan. Paralegal ini bisa bekerja sendiri didalam komunitasnya atau bekerja untuk organisasi bantuan hukum atau firma hukum. Seseorang yang menjadi paralegal, tidak mesti seorang sarjana hukum atau mengenyam pendidikan hukum di perguruan tinggi. Namun ia mesti mengikuti pendidikan khusus keparalegalan.

Karena sifatnya membantu penanganan kasus atau perkara, maka paralegal seringjuga disebut dengan asisten hukum (legal assistant). Dalam praktik sehari-hari, peran paralegal sangat penting untuk menjadi jembatan bagi masyarakat pencari keadilan dengan advokat dan aparat penegak hukum lainnya untuk penyelesaian masalah hukum yang dialami individu maupun kelompok masyarakat.

Dengan demikian, setidaknya terdapat 3 kata kunci berkaitan dengan “paralegal”, sebagai berikut:
- Memiliki pengetahuan dan keterampilan dibidang hukum;
- Telah mengikuti pendidikan khusus keparalegalan;
- Disupervisi oleh advokat atau organisasi bantuan hukum.

Karenanya, pada dasarnya pendidikan paralegal mesti disupervisi atau diselenggarakan bekerjasama dengan organisasi bantuan hukum atau setidak-tidaknya melibatkan advokat.

Sebagai ilustrasi, jika seseorang sakit parah, maka tentu seorang yang berprofesi dokter mampu memberikan diagnosa dan perawatan terhadap si pasien. Namun demikian, dalam praktik jika seseorang tergores atau luka ringan, maka tidak serta merta orang itu pergi ke rumah sakit atau meminta pertolongan dokter, namun berupaya menyembuhkan luka ringan itu, misalnya dengan memberi “obat merah” atau memberi perban.

Demikian juga kasus hukum, dalam kasus-kasus tertentu seorang paralegal mampu untuk membantu orang yang terkena kasus hukum. Sebagai contoh membuatkan surat kuasa khusus, membuat surat penangguhan penahanan dan lainnya. Namun untuk perkara-perkara yang kompleks maka perlu ditangani seorang advokat.

Bahwa dalam kasus-kasus spesifik pengetahuan dan keterampilan seorang paralegal lebih banyak daripada seorang advokat, hal ini merupakan sebuah pengecualian. Misalnya tidak sedikit paralegal perburuhan dari organisasi-organisasi buruh yang memang mendalami hukum perburuhan dan mempunyai pengalaman lebih banyak berperkara di pengadilan perselisihan perburuhan ketimban seorang advokat yang mendalami bidang hukum pidana.

Karenanya, hubungan paralegal dengan advokat tidak bisa dipisahkan. Relasi paralegal dengan advokat, hampir sama dengan relasi perawat dengan seorang dokter. Karena hubungan semacam ini, keliru jika pendidikan paralegal tidak melibatkan organisasi bantuan hukum atau advokat. Karena peran paralegal tidak bisa berdiri sendiri. Ia hanya dapat berperan optimal pada kasus-kasus tertentu saja dan bukan secara umum.


B. Sejumlah Contoh Pendidikan Paralegal

LBH Jakarta bekerja sama Walhi Jakarta juga aktif menyelenggarakan pendidikan paralegal dalam rangka advokasi kasus dibidang lingkungan hidup. Sebagai contoh pendidikan paralegal bagi masyarakat Dadap, korban proyek reklamasi di Jakarta. LBH Jakarta merupakan salah satu organisasi bantuan hukum yang paling awal menyelenggarakan bentuk-bentuk pendidikan paralegal di Indonesia.

LBH Surabaya sejak 1980an sudah menjalankan sebuah program gerakan masyarakat bantuan hukum, termasuk mengorganisir dan bekerjasama membentuk jaringan paralegal komunitas Jawa Timur.[3]

LBH Bandung, misalnya, sejak lama telah melakukan pendidikan paralegal khusus untuk membantu advokasi kasus-kasus perburuhan. Para kader paralegal LBH Bandung, sangat aktif membantu calon buruh migran, yang menjadi korban penipuan.[4]

LBH Yogyakarta sejak lama mendorong gerakan paralegal di seluruh wilayah DI Yogyakarta. Hal ini bertujuan agar masyarakat mampu menyelesaikan sendiri kasus yang bisa diselesaikan sebelum meminta pelayanan bantuan hukum.[5]

LBH Semarang secara regular menyelenggarakan pendidikan paralegal bagi tokoh-tokoh masyarakat, terutama dari komunitas-komunitas penduduk yang tengah dan potensial menghadapi kasus hukum.[6]

LBH Palembang, LBH Medan, dan LBH Manado sejak awal berdiri pada 1980-an memiliki program pendidikan paralegal berbasis komunitas utamanya bagi petani dan buruh. Sama halnya, dengan LBH Lampung secara rutin di era 1990an menyelenggarakan pendidikan paralegal komunitas, utamanya kelompok-kelompok petani yang kemudian membentuk posko-posko di wilayah domisili masing-masing.

Pada periode 2000-an, terdapat sejumlah program pendidikan paralegal. Antara lain program GGIJ, yang dibiayai oleh Mahkamah Agung dan European Union, 5 kantor LBH menjalankan pendidikan paralegal berbasis komunitas dan pendidikan mediasi di 5 wilayah, yakni Padang, Bali[7], Makassar[8], Jayapura dan Surabaya. Pendidikan ini bertujuan agar para kader paralegal mampu memberi bantuan hukum untuk masyarakat miskin dan kelompok perempuan ditingkat paling awal, dengan mengelola Pos Pertolongan Pertama pada Kasus Hukum (P2K Hukum). Paralegal berperan menjadi jembatan masyarakat pencari keadilan dan sistem peradilan serta layanan bantuan hukum yang dibutuhkan.[9]

Untuk membantu aktivitas advokasi, Badan Pengurus Yayasan LBH Indonesia sejak 2006 juga memberi kesempatan bagi para mahasiswa fakultas hukum tingkat akhir dan sarjana yang baru menamatkan kuliah untuk beraktivitas menjadi paralegal. Pendidikan paralegal angkatan ke-4 dilakukan pada Oktober 2007, yang menjaring 10 mahasiswa paska pendidikan paralalegal yang dinilai mempunyai komitmen untuk membantu aktivitas advokasi yang dilakukan Badan Pengurus.

LBH Apik, juga menjadi salah satu organisasi yang aktif melakukan pelatihan paralegal, terutama bagi organisasi-organisasi perempuan. Berdasarkan data dari lembaga ini, per 2006, lembaga ini telah mendidik 71 orang paralegal dari beragam kelompok, yakni 14 paralegal dari kelompok miskin kota, 26 paralegal dari organisasi mitra, dan 31 paralegal dari pekerja rumah tangga.[10] Dalam melaksanakan pendidikan paralegal, LBH Apik mendapat pendanaan dari sejumlah lembaga donor, antara lain the Asia Foundation, Ausaid dan Asian Development Bank.[11]

Wahid Institute, juga menyelenggarakan pelatihan paralegal dengan muatan “pluralisme”, yang diikuti perwakilan dari lembaga swadaya masyarakat dari sejumlah daerah di Indonesia. Sementara Puan Amal Hayati melakukan pendidikan paralegal bagi pendampung korban kekerasan berbasis pesantren.

Tabel
Beberapa Contoh Pendidikan Paralegal
Periode 2000 - 2008

Kelompok Target

Penyelenggara

Lokasi

Pendanaan

Tokoh Masyarakat dan Pemuda

LBH Jayapura

Jayapura

GGIJ. Mahkamah Agung – European Union

LBH Bali

Denpasar

LBH Padang

Padang

LBH Makassar

Makassar

LBH Surabaya

Surabaya

Perempuan

LBH Apik

LBH Pik Pontianak: Kabupaten Bengkayang

LRP – Ausaid

Aceh

The Asia Foundation



Makassar

-

Singkawang

-

Nusa Tenggara Barat

Legal Asistantance and legal campaign advocacy. Asian Development Bank

Tokoh masyarakat

LBH Semarang

Semarang

-

Masyarakat korban reklamasi

LBH Jakarta – Walhi Jakarta

Jakarta

-

Perwakilan lembaga swadaya masyarakat

Wahid Insitute

Jakarta

The Asia Foundation

Tokoh masyarakat

UPC bekerjasama dengan LBH APik, LBH Jakarta dan ELSAM

Jakarta

-

Perwakilan organisasi buruh

LBH Bandung

Jawa Barat

Yayasan TIFA

Tokoh Masyarakat

LBH Bandung

Jawa Barat

Revitalization of Legal Aid in Indonesia (RLA). Justice for the Poor - The World Bank

KBH Lampung

Lampung

Gravitasi Mataram

NTB

Masyarakat

LBH Anak

NAD

Charitas Germany

Masyarakat

ICEL

Jakarta

-

Masyarakat

Arus Pelangi, LBH Jakarta, LBH Apik, KPI

Palembang, Makassar

-

Jurnalis

AJI Jakarta

Jakarta

FES (Friedrich Ebert Stiftung)

Pesantren

Puan Amal Hayati

Jakarta

-

Sumber: Diolah dan dikompilasi dari berbagai laporan yang dipublikasikan.


C. Paralegal: Sejumlah Tantangan

Dunia paralegal tentu mempunyai dinamikanya sendiri. Dalam praktik, paralegal bisa menjadi pisau mata dua seperti profesi lain. Ada kalanya seorang paralegal yang sepatutnya menjadi jembatan bagi masyarakat pencari keadilan, malah terjerumus dalam praktik mafia peradilan, seperti menjadi calo atau makelar kasus dengan memungut biaya yang memberatkan masyarakat.

Terdapat juga kasus, dimana paralegal malah menjadi “elite baru” dalam komunitasnya, sehingga ia tercerabut dan justeru tidak mendapat kepercayaan dari kelompok masyarakat di komunitasnya.

Muncul juga pengaduan, seorang paralegal “terlalu berani” mengambil tindakan atau upaya hukum yang berakibat merugikan individu atau kelompok masyarakat yang didampinginya.

Karenanya, tidak berlebihan jika ada tuntutan standar pendidikan bagi paralegal dan standar pendidikan bagi para pendidik yang memfasilitasi pendidikan paralegal itu sendiri. Disamping itu, perlu juga dibangun forum atau pun media bagi paralegal berkomunikasi dan melakukan evaluasi aktivitasnya.

Satu hal yang tidak kalah penting, tuntutan adanya forum komunikasi dan evaluasi organisasi-organisasi yang memberikan atau memfasilitasi pendidikan paralegal, termasuk para advokat yang memberikan supervisi atau bimbingan kepada para paralegal.


D. Pusat Kajian Bantuan Hukum dan Paralegal Indonesia

Menindaklanjuti hasi Rapat Kerja Nasional Yayasan LBH Indonesia pada 22-25 Mei 2006 di Jakarta, Yayasan LBH Indonesia bersama 14 kantor LBH mengembangkan sebuah program untuk membangun gerakan keparalegalan di Indonesia. Untuk mewujudkannya, dibentuk task force yang bertugas membangun Pusat Kajian Bantuan Hukum dan Paralegal Indonesia (PKBHPI).


Sejumlah 6 program strategis telah dirumuskan, sebagai berikut:
- Mendorong penetapan Undang-Undang Bantuan Hukum dan Peraturan Pemerintah tentang Kewajiban Advokat Memberikan Bantuan Hukum Cuma-Cuma Bagi Masyarakat Tidak Mampu;
- Mendorong mata kuliah bantuan hukum di pendidikan tinggi hukum dan pendidikan bagi profesi advokat, kepolisian, kejaksaan dan hakim;
- Mengembangkan modul dan kurikulum pendidikan bantuan hukum dan pendidikan paralegal;
- Memfasilitasi dan bekerjasama dengan masyarakat membangun gerakan bantuan hukum dan gerakan paralegal di Indonesia;
- Melakukan penelitian dan fasilitasi pendidikan bantuan hukum dan pendidikan paralegal di Indonesia.
- Memfasilitasi supervisi dan kerjasama aktivitas paralegal di Indonesia.


E. Penutup


Peran paralegal sangat dibutuhkan untuk memperluas akses keadilan, utamanya bagi masyarakat miskin dan marjinal. Secara geografis, kantor-kantor bantuan hukum atau advokat berada di ibukota provinsi. Selanjutnya, jika dibandingkan dengan jumlah advokat atau jumlah organisasi bantuan hukum dengan jumlah masyarakat miskin dan marjinal yang mencari keadilan, tentu sangat banyak kesenjangannya. Karenanya, dibutuhkan gerakan bantuan hukum dan gerakan paralegal yang mampu memperluas akses keadilan bagi masyarakat.




Lampiran (Updated version September 2008):


Sejumlah publikasi berkaitan dengan paralegal dan bantuan hukum antara lain:


Ravindran, D.J. 1989. Buku Penuntun untuk Latihan Paralegal. Jakarta: Yayasan LBH Indonesia


Kusumah, Mulyana W, Benny K. Harman, Mas Achmad Santosa (eds). 1991. Paralegal dan Akses Masyarakat terhadap Keadilan. Jakarta: Yayasan LBH Indonesia


Harman, Benny K dan Anthony LP Hutapea. 1992. Panduan Ringkas Paralegal Lingkungan. Jakarta: Walhi.


Hamim, Anis, Handayani, Siti Roswati. 2002. Menjadi Paralegal bagi Perempuan Korban Kekerasan. Yogyakarta: Rifka Annisa WCC.


MA-EU. Buku Panduan Pendidikan Paralegal Berbasis Komunitas. Jakarta: Mahkamah Agung dan European Union. GGIJ


Zen, Patra M dan Daniel Hutagalung (eds). 2006. Buku Panduan Bantuan Hukum Edisi 2006. Jakarta: YLBHI, PSHK, LDF-AusAid.


Rinaldi, Taufik, Peri Umar Farouk, Ahmad F Ismail, dkk. Buku Panduan Paralegal: Proses Hukum Pidana, Perdata, dan Pengorganisasian Rakyat untuk Advokasi. Jakarta: Justice for the Poor Project. World Bank.


* Yayasan LBH Indonesia. September 2008.

[1] Lihat antara lain UNDP. YLBHI. Comission on Legal Empowerment of the Poor. 2007. Legal Empowerment of the Poor: Lesson Learned From Indonesia. Jakarta: UNDP, YLBHI and CLEP, pp. 7 – 9, 15 Teks di http://www.undp.org/legalempowerment/pdf/Indonesia.legal%20empowerment%20of%20the%20poor.pdf

[2] Lihat antara lain Republika. 3 April 1996. “Pokja 11 LSM Indonesia: Sekitar 6000 TKI Dipenjara di Malaysia”.

[3] Lihat antara lain Okezone. 5 Juni 2008. “Aktivis Lingkungan Demo Polda Jatim”. Teks di http://news.okezone.com/index.php/ReadStory/2008/06/05/1/115761

[4] Lihat Kompas. 16 April 2008. “320 Calon TKI Kena Tipu, Kerugian Rp 5 Miliar”. Teks di http://www.kompas.com/read/xml/2008/04/16/22133797/320.calon.tki.kena.tipu.kerugian.rp.5.miliar; Republika. 17 April 2008. “Penipuan TKI Rugikan Rp 5 Miliyar”:. Teks di http://202.155.15.208/koran_detail.asp?id=330651&kat_id=89&kat_id1=&kat_id2= ; DetikBandung. 16 April 2008. “320 Calon TKI Ditipu Yayasan”. Lihat http://bandung.detik.com/read/2008/04/16/141231/924401/486/320-calon-tki-ditipu-yayasan

[5] Lihat antara lain: Kapanlagi.com. 22 Juli 2005. “Malpraktek Sulit Dibuktikan di Pengadilan”. Teks di http://www.kapanlagi.com/h/0000073859.html

[6] Lihat antara lain: Suara Merdeka. 11 Oktober 2004. “Warga Pucung Khawatir Sumber Air Tercemar. Pemkot Diminta Tinjau Izin Perumahan P4A”.

[7] Lihat antara lain Jakarta Post. 3 September 2008. “LBH Bali: Committed to Women and the Poor”. Teks di http://www.thejakartapost.com/news/2008/03/08/lbh-bali-committed-women-and-poor.html

[8] Lihat antara lain Tribun Timur. 10 Juni 2006. “Paralegal Se-Sulsel Kumpul di Imperial”. Teks di http://www.tribun-timur.com/view.php?id=81375&jenis=Kota

[9] Lebih lanjut lihat Proyek Tata Kepemerintahan yang Baik pada Peradilan IndonesiaAgung RI dan European Union. Teks di http://judiciaryproject.or.id/ (Good Governance in Indonesian Judiciary Project) Mahkamah

[10] Lihat Refleksi dan Catatan Kerja LBH Apik Jakarta Tahun 2006. “Perjuangan Berat Perempuan Indonesia Menggapai Keadilan di Tengah Berbagai Keterpurukan”. Teks di http://www.lbh-apik.or.id/cawalu%202007.htm

[11] Lihat ADB. Gender and Development. Working with Women NGOs. Indonesia. Legal Assistance and Legal Campaign Advocacy, Indonesian Women’s Association for Justice – LBH Apik. Teks di http://www.adb.org/gender/working/ino001.asp
Read More..
Load Counter