Monday, April 30, 2007

Misteri Kegagalan Reformasi Hukum

Artikel ini pernah dimuat di harian Jurnal Nasional

Mengapa masyarakat di negara maju percaya pada supremasi hukum, tetapi kepercayaan pada hukum di Masyarakat Indonesia masih rendah?

Pertanyaan tersebut, mengadopsi pertanyaan sama yang ada dibenak Hernando de Soto, penulis buku laris “the Mystery of Capital”. Hernando, hendak memecahkan misteri mengapa kapitalisme berjaya di Barat, tetapi gagal di bagian “sisa” dunia lainnya. Tulisan ini tidak hendak mempromposikan sistem kapitalisme Negara Barat, melainkan menggunakan dasar-dasar pemikiran Hernando dalam menjawab problem penegakan supremasi hukum di Indonesia.

Jika diamati, masyarakat Negara Maju lebih percaya membawa kasus hukumnya ke pengadilan, ketimbang masyarakat di negara berkembang, seperti di Indonesia. Mengapa?

Seragam Polisi, Toga Jaksa, Hakim dan Advokat bukan sebagai penandaan profesi melainkan memiliki fungsi sebagai tanda yang terlihat dari sebuah proses yang tidak telihat mengubungkan semua aparat penegak hukum kepada sektor penegakan hukum lainnya. Dengan adanya proses ini, maka keadilan bagi semua dapat terwujud dan memiliki bentuk paralel: terlihat (ujud fisik dari aparat penegak hukum itu sendiri) dan tidak terlihat (sebagai profesi untuk mewujudkan keadilan bagi semua orang). Karenanya, lembaga kepolisian, kejaksaan, kehakiman, lembaga profesi advokat serta lembaga bantuan hukum, selain institusi ujud fisik, juga berfungsi sebagai pelindung dan pembela keadilan bagi masyarakat miskin: tempat masyarakat melapor, meminta perlindungan dan keadilan.
Di Negara Berkembang, termasuk Indonesia, aparat polisi, jaksa, hakim dan advokat, belum mencapai derajat profesionalisme seperti koleganya di Negara Maju. Inilah yang menyebabkan tingkat kepercayaan masyarakat, apalalagi Si Miskin sangat rendah terhadap para penegak hukum ini.

Meminjam dan merenovasi pemikiran Hernando de Soto, setidaknya ada 5 misteri yang meyelubungi situasi dan kondisi itu.

Pertama, misteri informasi yang Hilang (The Mystery of Missing Information). Masih banyak kelemahan dan kurangnya upaya dalam mendokumentasikan upaya dan kelemahan kapasitas yang dimiliki aparat penegak hukum. Sehingga jumlah aparat penegak hukum hanya menjadi bilangan angka, tidak secara maksimal berfungsi memberikan perlindungan dan keadilan hukum bagi masyarakat.

Kedua, misteri keadilan (The Mystery of Justice). Keadilan, merupakan misteri paling pokok yang perlu dibuka selimutnya. Di Indoensia, aparat penegak hukum seringkali direduksi dan mereduksi diri hanya menjadi alat kepentingan kekuasaan; institusi penegak hukum dikerdilkan dan membonsai diri hanya menjadi benteng dan pembela bagi orang kaya dan berkuasa.

Setidaknya ada 6 efek dari sistem peradilan di Barat yang membuat warga negara mau dan percaya sistem ini dapat memberikan keadilan, karena sistem peradilan yang ditandai: (1) adanya prosionalisme aparat penegak hukum; (2) adanya sistem informasi terintegrasi yang dapat diakses secara mudah oleh masyarakat; (3) adanya transparansi ditubuh instisusi penegak hukum; (4) aparat penegak hukum menjalankan kewenangan dan pelayanan kepada masyarakat secara bertanggungjawab (akuntabel); (5) menempatkan aparat penegak hukum dalam profesi yang mulia (nobile), dan (6) adanya perlindungan profesi serta insentif bagi para penegak hukum.

Ketiga, misteri kepekaan politik (the mystery of political awareness). Ini merupakan problem yang ada pada suatu pemerintahan. Pertanyaannya: jika masyarakat banyak melontarkan kritik, aspirasi atau pengaduan adanya ketidakadilan, hukum yang pilih kasih dan pandang bulu serta kesewenang-wenangan, kenapa pemerintah di negara berkembang termasuk Indonesia, tidak berupaya memberbaiki dan meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada sistem dan lembaga peradilan?

Dalam konteks kepekaan politik ini, memang belum banyak bukti, dimana pemerintah justeru mendorong pemenuhan hak-hak warga dan masyarakat, termasuk hak ekonomi, sosial dan budaya, yang dapat membantu perwujudan modal sosial masyarakat. Selanjutnya, obgligasi (kewajiban) pemerintah dalam memfasilitasi dan mengalokasidan dana bagi peningkatan dan perluasan akses keadilan bagi masyarakat.

Keempat, pelajaran yang hilang dari sejarah Negara-negara maju (the missing lessons of developed country history). Kondisi dan situasi dimana, supremasi hukum dan penghormatan terhadap hak-hak semua orang di Barat, tidak serta merta terwujud. Orang kadang lupa, bahwa kondisi ini diwujudkan secara sistematis dan serius, dengan dipimpin oleh orang-orang yang memang benar-benar mencurahkan perhatiannya kepada perbaikan, termasuk para filsuf dan akademia yang memberi landasan bagi sistem peradilan.

Kelima, misteri kegagalan reformasi hukum (the mystery of legal reform failure). Pertanyaan pokoknya: kenapa reformasi hukum yang dilaksanakan atau yang sedang berjalan tidak memuaskan?

Sudah banyak ikhtiar reformasi dilakukan. Namun kelambanan, dan masalah masih bertumpuk. Dalam konteks ini, kita masih mendapati kelangkaan figur orang yang tegas, keras dan berani, karenanya dicari pimpinan lembaga kehakiman, kejaksaan dan kepolisian serta tokoh-tokoh masyarakat yang dapat menjadi tauladan.

Kembali ke pokok soal, kepercayaan masyarakat akan meningkat tajam terhadap aparat hukum dan lembaga peradilan, jika kelima misteri diatas dibuka selubungnya, untuk selanjutnya di benahi secara konkret dan nyata. Kepecayaan masyarakat miskin meningkat, tentu dilakukan dengan memberdayakan hak hukum dan memenuhi keadilan bagi mereka. Tentu saja, untuk mewujudkannya, dibutuhkan figur yang mempunyai komitmen kuat, tegas dan berani!
Load Counter