Monday, April 30, 2007

Mafia Peradilan dan Akses keadilan untuk Masyarakat Miskin

Sampai saat ini masyarakat miskin belum maksimal memperoleh ’akses’ terhadap sistem peradilan dan keadilan - the quality of being just or fair. Dalam praktik, masalah terbesar dalam memperluas akses masyarakat miskin atas keadilan, bukan karena Negara tidak memiliki kemampuan. Melainkan, ketidakmauan negara dan pejabat negaranya untuk secara sungguh-sungguh dan konsisten memenuhi hak atas keadilan bagi masyarakat miskin.

Makna kata ’akses’ memiliki persamaan dengan maka hak untuk memperoleh, menggunakan dan mendapatkan manfaat dari sesuatu. Karenanya, akses masyarakat miskin terhadap keadilan dapat diperoleh melalui pengadilan, maupun diluar pengadilan, semestinya memungkinkan masyarakat miskin mendapat jaminan dan pengakuan dalam menggunakan hukum acara dan sarana dalam sistem peradilan untuk mendapatkan keadilan dan kebenaran materiil.

Kata ‘akses’ juga mengandung pengertian ‘ketersediaan’. Dalam sistem peradilan, kata akses berarti adanya jaminan ketersediaan sarana pemenuhan hak bagi masyarakat miskin untuk mencapai keadilan. Karenanya, dalam disiplin hukum hak asasi manusia, Negara diwajibkan untuk menyediakan advokat secara cuma-cuma, menyediakan penerjemah, membebaskan biaya perkara, dan seterusnya. Kondisi adanya ketersediaan, atau sebaliknya ketidak-tersediaan sarana semacam ini, sangat menentukan proses pencapaian keadilan. Sebagai contoh, tidak adanya pendampingan hukum bagi masyarakat miskin dapat berakibat hak-hak hukum yang bersangkutan terlanggar maupun dilanggar: disejumlah kasus pidana, orang miskin diperiksa tanpa didampingi advokat, atau diadili oleh hakim tunggal.

Sebagai tambahan, kata akses dapat diartikan sebagai sebuah metode dan prosedur. Sehingga upaya memperluas akses masyarakat miskin atas keadilan, tanpa membahas metode dan prosedur pelayanan, pencapaian dan pemenuhannya, bisa berakibat keadilan tidak akan pernah dinikmati oleh masyarakat miskin.

Untuk memperluas akses keadilan bagi masyarakat miskin, diperlukan kemauan politik dan Negara dan pemimpinnya, juga kemampuan sumber daya politik masyarakat untuk mendorong perluasan dan keterbukaan akses ini.

Lantas apa yang hendak kita wujudkan dalam perbaikan akses masyarakat miskin terhadap keadilan? Pertama, mewujudkan prinsip ’wajib’ (compulsory) dan ’cuma-cuma’ (free of charge) - atau sekurang-kurangnya prinsip afordabilitas – dalam pemenuhan akses masyarakat miskin atas keadilan.[1]

Kedua, masyarakat miskin juga dapat mempertahankan dan memperjuangkan hak konstitusional dan hak hukumnya, tanpa terdiskriminasi karena ’kemiskinannya’.[2] Dalam bahasa hak asasi, situasi ini, dicakup dalam jaminan pengakuan hak setiap orang dimuka hukum dan pemerintahan.

Ketiga, orang yang tidak mampu, tidak menerima hambatan dan sebaliknya difasilitasi untuk memperoleh sumber daya hukum yang sama dengan orang kaya atau berkuasa.[3] Sebagai contoh, UU Advokat mewajibkan semua advokat untuk memberikan jasa hukum kepada orang yang tidak mampu, mempunya tujuan agar jasa hukum tidak hanya bisa dinikmati oleh Si Kaya atau Si Penguasa.[4] Dalam praktik, masalah uang, bayaran dan fee, adalah referal atau penghambat pokok ketidakmauan advokat untuk memberikan jasa hukum kepada orang miskin. Karenanya dukungan semua pihak sangat penting dalam upaya pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma.[5]

Akses masyarakat miskin atas keadilan, seringkali juga tidak tercapai karena praktik mafia peradilan. Dalam bahasa sehari-hari: ”kasih uang, habis perkara!” (KUHP). Dalam sejumlah pertemuan, aparat penegak hukum seringkali menolak keberadaan mafia peradilan ini. Mafia peradilan, seperti ada dan tiada. Ia bisa dicium, namun sulit untuk diraba.[6] Dengan pengawasan dan laporan dari masyarakat masalah ini sedikit demi sedikit bisa diberantas.

Mafia, per definisi mempunyai sejumlah kata kunci: sindikasi, kolektif dan rahasia. Mafia bisa berpraktik dalam hubungan dan kedekatan yang sangat kuat, berdasarkan kepercayaan. Kata mafia seringkali dirujuk sebagai ”la cosa nostra” – yang bisa diterjemahkan sebagai “This Thing Of Ours or Our Thing”.[7]

Dengan menggunakan kata-kata kunci tersebut maka upaya pemberantasan mafia peradilan mesti dipimpin oleh pejabat dan pemimpin yang terpilih, karena melawan kejahatan kolektif, seperti figur-figur seperti Yap Tian Hiem, R. Soeprapto dan Baharuddin Lopa, Ismail Saleh, Letnan Jenderal (Mar) Ali Sadikin, Jenderal (Pol) Hoegeng Imam Santoso. Selain itu, penting memunculkan gerakan pembaruan sistem peradilan dan pemberantasan mafia peradilan berbasiskan masyarakat.


Keperluan Perbaikan Sana-Sini

Dari Pertemuan Puncak Bantuan Hukum di Jakarta – yang dibuka Presiden Susilo Bambang Yudhoyono[8], rangkaian kegiatan konsultasi nasional United Nations Commission on Legal Empowerment of the Poor[9] - dihadiri Hernando de Soto, co-chair CLEP, dan 5 penyelenggaran forum publik di 5 provinsi[10], dapat dikemukakan temuan dan masalah tentang akses keadilan bagi masyarakat miskin, antara lain:
- Biaya perkara yang mahal, penyelesaian perkara yang memakan waktu lama;
- Keterampilan dan pengetahuan spesialisasi hakim dan keringnya perspektif gender dan aspirasi keadilan masyarakat
- Putusan hanya tidak berdasarkan kebenaran materiil yang berdasarkan aspirasi keadilan masyarakat;
- Masalah pendampingan masyarakat miskin jika menghadapi perkara hukum, disebabkan defisit advokat yang mau memberikan bantuan hukum cuma-cuma;
- Masalah proses mengadili orang miskin oleh hakim tunggal dalam perkara-perkara tindak pidana;
- Masalah penundaan eksekusi perkara-perkara yang mengabulkan gugatan masyarakat miskin atau korban pelanggaran hak asasi manusia, seperti dalam perkara masyarakat adat Kajang, Sulawesi Selatan vs. PT London Sumatera. Kasus konflik pertanahan ini sudah berlangsung hingga 26 tahun hingga saat ini;
- Standar pelayanan peradilan, termasuk masalah akses informasi;
- Jaminan fisik dan psikis bagi korban, saksi atau pelapor.


Apa yang bisa dilakukan sekarang?

Fokus gerakan masyarakat, sebaiknya pada kewenangan, independensi, imparsialitas dan kompetensi (kapabilitas) aparat penegak hukum serta peningkatan pemahaman dan perluasan akses masyarakat atas sistem peradilan dan keadilan. Artikel singkat ini, akan mendeskripsikan dan menganalisis reformasi dan perbaikan kinerja hakim dan pengadilan dibawah kekuasaan Mahkamah Agung. Selanjutnya dideskripsikan sejumlah upaya untuk peningkatan pemahaman masyarakat terhadap hukum, serta peluasan akses masyarakat terhadap sistem peradilan dan keadilan.

Reformasi kekuasaan kehakiman, pasca amandemen dilakukan melalui sejumlah peraturan perundang-undangan:
- UU No. 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi;
- UU No. 4/2004, pengganti UU No. 14/1970 sebagaimana diubah UU No. 35/1999 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman;
- UU No. 5/2005, perubahan UU No. 5/2005 tentang MA;
- UU No. 8/2004 tentang Perubahan atas UU No. 2/1986 tentang Peradilan Umum;
- UU No. 22/2004 tentang Komisi Yudisial.

Pasca putusan MK, dalam perkara No. 005/PUU-IV/2006 yang diajukan 39 Hakim Agung, Bagir Manan, Ketua MA – dalam rapat konsultasi MA dengan Komisi III DPR – sempat menyatakan harapannya untuk merevisi delapan atau sembilan UU secara bersamaan: UU No. 5/2004 tentang MA, UU No. 4/2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, UU No. 24/2003 tentang MK, dan UU masing-masing lingkungan peradilan.[11]

Selain revisi UU tersebut, sejumlah hal yang sebaiknya dipantau:

Pertama, seleksi calon hakim, hakim dan hakim agung. Salah satu kelemahan Cetak Biru Pembaruan MA yang selesai pada 2003, belum secara spesifik membahas soal seleksi dan perekrutan cakim. Dalam konteks ini, perbaikan dapat di dibangun dengan tiga cara: (1) sejak awal, cakim harus diberi perhatian khusus, dengan cara para peserta ujian PNS yang hendak menjadi cakim sebaiknya mengikuti pendidikan khusus. Di Prancis dan Jerman, seleksi cakim dimulai di bangku kuliah calon sarjana strata satu. Selanjutnya, mengikuti pendidikan khusus, serta mengikuti ujian tertulis dan sering kali juga lisan, Setelah itu mendapat pendidikan dan magang; (2) mendorong mahasiswa yang lulus terbaik mendaftar ujian cakim; (3) MA harus melibatkan pihak luar untuk proses penyelenggaran ujian. Tujuannya, antara lain meminimalisasi intervensi dan kolusi pihak internal dalam menentukan peserta yang lulus atau tidak.[12]

Partisipasi masyarakat saat ini dibutuhkan, misalnya dalam menyampaikan masukan terhadap calon-calon hakim agung dan hakim ad hoc pengadilan korupsi. Untuk seleksi hakim agung, informasi atau pendapat tertulis dapat disampaikan ke Panitia Seleksi Calon Hakim Agung, selambat-lambatnya, 12 April 2007 pukul 17.00 WIB.

Kedua, pendidikan hakim. Mahkamah Agung (MA) sedang menyelenggarakan pendidikan yang melibatkan 1200 hakim dan 404 pengadilan, serta mengembangkan suatu sistem manajemen perkara di 6 (enam) pengadilan percontohan.[13] Saat ini juga Pusdiklat MA tengah menyelenggarakan pendidikan bagi 100 hakim untuk Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Ketiga, pengembangan alternatif penyelesaian sengketa. Mahkamah Agung juga sedang mengembangkan penyelesaian perkara secara mediasi. Sebelumnya, aturan ini berdasarkan pasal 130(1) HIR dan 154 Rbg. Selanjutnya, Mahkamah Agung RI No. 2/2003 tentang Mediasi menyatakan pengadilan diwajibkan semua perkara perdata yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama untuk lebih dahulu diselesaikan melalui perdamaian dengan mediator. Proses mediasi berlangsung paling lama 20 hari kerja semenjak pemilihan atau penetapan penunjukkan mediator.

Selanjutnya UU No. 30/1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Peraturan MA (Perma) No. 2/2003 juga mendorong pengembangan penyelesaian sengketa alternatif.

Untuk memperluas dan memenuhi hak atas keadilan, sebaiknya terus dikembangkan mekanisme peradilan adat. Sebagai contoh: mekanisme peradilan adat di Sumatera Barat dan peradilan adat Toraja, Sulawesi Selatan untuk menyelesaikan sengketa sumber daya alam.[14]

Keempat, reformasi administrasi peradilan: pemenuhan asas peradilan: pemenuhan prinsip peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan. Khusus untuk biaya perkara, besarnya ditentukan berdasarakan Surat Keputusan Ketua PN.[15]

Kelima, pemenuhan hak-hak tersangka/terdakwa dan terpidana. Hak-hak ini, meliputi antara lain:
Pejabat wajib menunjuk advokat dalam memeriksa tersangka/terdakwa tindak pidana yang diancam dengan pidana mati dan penjara 15 (lima belas) tahun, atau bagi yang tergolong tidak mampu secara ekonomi, yang diancam dengan pidana 5 (lima) tahun atau lebih – berdasarkan Pasal 56 ayat (1) KUHAP[16];

Pengadilan wajib menyediakan penerjemah yang dibawah sumpah bagi pihak atau saksi yang tidak bisa berbahasa Indonesia.

Mengajukan biaya perkara secara cuma-cuma (prodeo) – dengan melampirkan suat keterangan tidak mampu dari Kepala Desa. Sebagai contoh, klien LBH Surabaya mendaftarkan gugatan perwakilan masyarakat (class action) – kasus pengungsi Sambas – ke PN Surabaya secara prodeo, dan dikabulkan oleh PN;

Jika berperkara dalam perkara perdata, dengan izin Ketua PN dapat diwakili/didampingi oleh keluarga insidentil di persidangan – dengan melampirkan surat keterangan hubungan keluarga dari Kepala Desa;

Orang yang buta aksara latin dapat mengajukan perkara ke pengadilan melalui gugatan lisan, dapat meminta Ketua PN, untuk selanjutnya dibuatkan catatan gugatan lisan;
Pemeriksaan perkara perdata bersifat langsung, dengan tanya jawab lisan secara langsung dipersidangan, sehingga para pihak dan saksi-saksi yang tidak mengenyam pendidikan formal dapat dengan mudah beracara/memberi keterangan di persidangan.[17]


Mengawasi Program Kerja Mahkamah Agung dan Program Kerja Tahunan Pengadilan

Salah satu cara untuk menilai kinerja para hakim, masyarakat dapat menelaah laporan pertanggungjawaban ketua MA dalam sidang pleno MA. Laporan ini sebaiknya dikritisi apakah yang dilaporkan benar-benar sesuai fakta atau tidak.

Selanjutnya, sebaiknya masyarakat juga mengetahui program kerja tahunan pengadilan setempat. Program apa yang memuat perluasan akses masyarakat terhadap sistem peradilan dan keadilan. Sebagai contoh, Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan – Barat memiliki program:
- ”Penyelenggaraan justice on line system dengan menggunakan komputerisasi terhadap putusan pengadilan tinggi dan pengadilan negeri se-wilayah hukum pengadilan tinggi Susel-Bar, dan dapat diakses di http://www.pt-mks.go.id. Masyarakat dapat mengirimkan pengaduan melalui email cakra@pt-mks.go.id;
- meningkatkan efesiensi dalam penanganan perkara ditingkat banding, dengan mengurangi jumlah pos-pos dalam birokrasi penangangan perkara dan memperpendek batas waktu penanganan masing-masing pos. Aktivitas ini bertujuan agara perkara dapat diselesaikan dalam waktu yang singkat dan terukur;
- Agar pemeriksaan perkara lebih efisien ditingkat pertama, para hakim PN telah diinstruksikan melalui Kepala PN masing-masing membuat Court Calender, yang memuat jadwal rencana jadwal persidangan pertama sampai pengucapan putusan, yang untuk perkara pidana pada awal persidangan dimintakan persetujuan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan terdakwa atau Penasihat Hukumnya;
- Kepala PT Sulsel-Bar mengirimkan surat yang berisi instruksi untuk para hakim PN se-Sulbar-Sel agar putusan yang dibacakan sudah dalam bentuk naskah final, yang segera ditandatangani setelah diucapkan, dan bila ada banding terhadap putusan yang bersangkutan, selanjutnya paling lambat 3 (tiga) hari minggu sudah dikirim ke PT/MA. Sanksi pelanggaran ini diancam dengan sanksi kepegawaian (PP No. 30/1980);
- Kepala PT juga menginstruksikan untuk mengirimkan putusan provisi paling lambat 14 (empat belas) hari setelah diucapkan, tanpa menunggu dijatuhkan putusan akhir dalam perkara yang bersangkutan, bila terhadap putusan provisi tersebut diajukan banding. Sanksi pelanggaran ini, juga sanksi kepegawaian.”[18]


Penutup: Laporkan, Jangan Terlalu Lama Didiskusikan!

Acara ini lokakaraya ini sangat penting karena hendak membangun gerakan anti-mafia peradilan dari sumber daya hukum masyarakat dan berbasiskan masyarakat. Gerakan inilah yang diharapkan terus, tak bosan mengawasi kinerja aparat penegak hukum, serta memperkaya sumber daya hukum masyarakat sendiri.


Terimakasih.


Jakarta, 30 Maret 2007


# Paper pada Lokakarya Jaringan Pemantau Anti-Mafia Peradilan. “Membangun Gerakan Anti-Mafia Peradilan Berbasiskan Masyakat”, LBH Semarang, Semarang 30 Maret – 2 April 2007.


[1] Lihat antara lain Harian Fajar. 19 Desember 2006. “Akses Masyarakat terhadap Keadilan Belum Maksimal”.

[2] Lihat antara lain Radar Bali. 20 Februari 2007. “Testimoni Siti Sapurah – Raymond Simamora, Korban Ketidakadilan Hukum di Bali. Tersayat Ingat Anak Umur Dua Tahun Diperkosa”.

[3] Lihat Surabaya Post. 7 Februari 2007. “Orang Miskin Dilarang Cari Keadilan”; Suara Karya. 21 Februari 2007. “Bantuan Hukum. LBH Harus Bela Rakyat Miskin”.

[4] Lihat Hukumonline. 21 April 2006. “Membandingkan Bantuan Hukum Indonesia Dengan Negara Lain”. Teks di http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=14758&cl=Berita; Patroli. 21 Februari 2007. “Diupayakan Perluasan Akses Keadilan Bagi Rakyat Miskin”.

[5] Lihat Detikcom. 9 Agustus 2006. “YLBHI Gelar Bantuan Hukum Berjalan” Teks di http://jkt1.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2006/bulan/08/tgl/09/time/072828/idnews/652400/idkanal/10; Jurnal Nasional. 27 November 2006, “YLBHI Sediakan Mobil Hukum”; Jurnal Nasional. 27 November 2006. “Bantuan Hukum untuk Masyarakat Miskin”; Jakarta.go.id. “DKI Akan Mudahkan Warga Miskin Peroleh Perlindungan Hukum dan Keadilan”; Pedoman Rakyat. 19 Desember 2006. “P3K, Pos Bantuan Pencari Keadilan”; Tribun. 20 Desember 2006. “LBH Bentuk 25 Pos Pertolongan Hukum”; Berita Kota Makassar. 20 Desember 2006. “Warga Membutuhkan P3K Hukum”; Gatracom. 5 Februari 2007. “MA-LBH Surabaya Rintis Pos Bankum Orang Miskin”; Surya. 7 Februari 2007. “LBH Minta Dana Prodeo”; Dephukham.go.id. 20 Maret 2007. “Pilot Project Aksesibilitas Hukum”.

[6] Lihat Surabaya Pagi. 7 Februari 2007. “Akses Masyarakat dalam Sistem Peradilan. Mafia Marak, Kelompok Marginal Sulit Dalat Akses Keadilan”.

[7] Di abad pertengahan, kata mafia merujuk pada konfederasi penduduk di Sisilia (Sicily), yang membentuk kesatuan komunitas dengan tujuan melindungi diri dari penjajah Turki dan Normans.

[8] Gatot (Penyunting). 2007. Bantuan Hukum. Akses Masyarakat Marjinal Terhadap Keadilan. Tinjauan Sejarah, Konsep, Kebijakan, Penerapan dan Perbandingan di Berbagai Negara. Jakarta: YLBHI, LBH Jakarta, IALDF.

[9] Lihat Patra M Zen dan Restu Mahyuni (Penyunting). 2007. Pemberdayaan Hukum Bagi Masyarakat Miskin. Andai Para Pembuat Kebijakan Mau Melakukan. Jakarta: YLBHI, UNDP dan CLEP.

[10] Yayasan LBH Indonesia, bekerjasama dengan kantor-kantor LBH, Mahkamah Agung, dengan dukungan European Union, menyelenggarakan Forum Publik di Padang (20-21 November 2006), Makassar (18-19 Desember 2006), Surabaya (5-6 Februari 2007), Denpasar (19-20 Februari 2007), dan Jayapura (4 Maret 2007), dengan tema “Meningkatkan Pemahaman dan Akses Masyarakat terhadap Sistem Peradilan dan Keadilan”.

[11] Lihat Hukumonline. 28 September 2007. “MA Minta Revisi UU KY Dibarengkan Dengan UU Terkait”. Teks di http://hukumonline.com/detail.asp?id=15530&cl=Berita; Hukumonline. 28 September 2006, “MA Minta Revisi UU KY Dibarengkan dengan UU Terkait”. Teks di http://hukumonline.com/detail.asp?id=15530&cl=Berita

[12] Lihat Patra M. Zen. “Menyoal Seleksi Calon Hakim” dalam Suara Pembaruan. 18 Maret 2007.

[13] Lihat EU-MA doc. “Good Governance in the Indonesian Judiciary Project”.

[14] Lihat Haluan. 22 November 2002. “Penegak Hukum Sumbar Bersatu”; Testimoni L. Sombolinggi, tokoh masyarakat adat Toraja, dipresentasikan pada Forum Publik “Meningkatkan Pemahaman dan Akses Masyarakat terhadap Sistem Peradilan dan Keadilan”, kerjasama Mahkamah Agung, YLBHI – LBH Makassar, European Union, Makassar 18 – 19 Desember 2006.

[15] Lihat antara lain Fajar. 22 Desember 2006. “Catatan dari Diskusi Panel Forum Pulik MA (1) Peradilan Biaya Murah Perlu Bukti”; Fajar. 23 Desember 2006. “Catatan dari Diskusi Panel Forum Pulik MA (2- Selesai) Peradilan Biaya Murah Perlu Bukti”;

[16] Lihat Detikcom. 16 Maret 2007. “YLBHI Desak PP Bantuan Hukum Gratis Diterbitkan”; Medan Bisnis. 17 Maret 2007. Portal CBN. 16 Maret 2007. “YLBHI Desak PP Bantuan Hukum Gratis Diterbitkan” Teks di http://cybernews.cbn.net.id/cbprtl/cybernews/detail.aspx?x=Law+and+Crime&y=cybernews%7C0%7C0%7C12%7C59; Seputar Indonesia. 17 Maret 2007. “Pemerintah Harus Terbitkan PP Bantuan Hukum”; Medan Bisnis. 17 Maret 2007. “YLBHI Desak PP Bantuan Hukum Gratis Diterbitkan”.

[17] Mengenai hak warga Negara, lihat antara lain Syamsul Bahri Radjam, “Hak Warga Negara dalam Hukum Acara Pidana” dalam Patra M Zen dan Daniel Hutagalung (Penyunting). 2006. Panduan Bantuan Hukum Di Indonesia. Pedoman Anda Memahami dan Menyelesaikan Masalah Hukum. Jakarta: YLBHI, PSHK, LDF-Usaid, h. 235 – 277.

[18] Dikutip dari Muhammad Saleh dan Abdul Madjid Rahim, “Program Pengadilan dalam Mewujudkan Akses Masyarakat atas Sistem Peradilan dan Keadilan”, paper pada Forum Publik, “Meningkatkan Pemahaman dan Akses Masyarakat terhadap Sistem Peradilan dan Keadilan”, kerjasama Mahkamah Agung, YLBHI – LBH Makassar, European Union, Makassar 18 – 19 Desember 2006, h. 7-8.


Daftar Pustaka

Gatot (Penyunting). 2007. Bantuan Hukum. Akses Masyarakat Marjinal Terhadap Keadilan. Tinjauan Sejarah, Konsep, Kebijakan, Penerapan dan Perbandingan di Berbagai Negara. Jakarta: YLBHI, LBH Jakarta, IALDF.

Zen, Patra M dan Restu Mahyuni (Penyunting). 2007. Pemberdayaan Hukum Bagi Masyarakat Miskin. Andai Para Pembuat Kebijakan Mau Melakukan. Jakarta: YLBHI, UNDP dan CLEP.


Artikel/Paper

Saleh, Muhammad dan Abdul Madjid Rahim, “Program Pengadilan dalam Mewujudkan Akses Masyarakat atas Sistem Peradilan dan Keadilan”, paper pada Forum Publik, “Meningkatkan Pemahaman dan Akses Masyarakat terhadap Sistem Peradilan dan Keadilan”, kerjasama Mahkamah Agung, YLBHI – LBH Makassar, European Union, Makassar 18 – 19 Desember 2006.

Sombolinggi, Testimoni L., tokoh masyarakat adat Toraja, dipresentasikan pada Forum Publik “Meningkatkan Pemahaman dan Akses Masyarakat terhadap Sistem Peradilan dan Keadilan”, kerjasama Mahkamah Agung, YLBHI – LBH Makassar, European Union, Makassar 18 – 19 Desember 2006.

Zen, Patra M. “Menyoal Seleksi Calon Hakim” dalam Suara Pembaruan. 18 Maret 2007.


Media Cetak dan Elektronik

Berita Kota Makassar. 20 Desember 2006. “Warga Membutuhkan P3K Hukum”.

Detikcom. 16 Maret 2007. “YLBHI Desak PP Bantuan Hukum Gratis Diterbitkan”.

---------. 9 Agustus 2006. “YLBHI Gelar Bantuan Hukum Berjalan” Teks di http://jkt1.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2006/bulan/08/tgl/09/time/072828/idnews/652400/idkanal/10

Dephukham.go.id. 20 Maret 2007. “Pilot Project Aksesibilitas Hukum”.

Fajar. 22 Desember 2006. “Catatan dari Diskusi Panel Forum Pulik MA (1) Peradilan Biaya Murah Perlu Bukti”;

---------, Fajar. 23 Desember 2006. “Catatan dari Diskusi Panel Forum Pulik MA (2- Selesai) Peradilan Biaya Murah Perlu Bukti”.

Fajar. 19 Desember 2006. “Akses Masyarakat terhadap Keadilan Belum Maksimal”.

Gatracom. 5 Februari 2007. “MA-LBH Surabaya Rintis Pos Bankum Orang Miskin” Teks di http://www.gatra.com/2007-02-05/artikel.php?id=101877

Haluan. 22 November 2002. “Penegak Hukum Sumbar Bersatu”

Hukumonline. 28 September 2007. “MA Minta Revisi UU KY Dibarengkan Dengan UU Terkait”. Teks di http://hukumonline.com/detail.asp?id=15530&cl=Berita

---------. 28 September 2006, “MA Minta Revisi UU KY Dibarengkan dengan UU Terkait”. Teks di http://hukumonline.com/detail.asp?id=15530&cl=Berita

----------. 21 April 2006. “Membandingkan Bantuan Hukum Indonesia Dengan Negara Lain”. Teks di http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=14758&cl=Berita

Jakarta.go.id. “DKI Akan Mudahkan Warga Miskin Peroleh Perlindungan Hukum dan Keadilan”.

Jurnal Nasional. 27 November 2006, “YLBHI Sediakan Mobil Hukum”

----------. 27 November 2006. “Bantuan Hukum untuk Masyarakat Miskin”

Medan Bisnis. 17 Maret 2007. “YLBHI Desak PP Bantuan Hukum Gratis Diterbitkan”. Teks di http://www.medanbisnisonline.com/rubrik.php?p=85563&more=1

Patroli. 21 Februari 2007. “Diupayakan Perluasan Akses Keadilan Bagi Rakyat Miskin”.

Portal CBN. 16 Maret 2007. “YLBHI Desak PP Bantuan Hukum Gratis Diterbitkan” Teks di http://cybernews.cbn.net.id/cbprtl/cybernews/detail.aspx?x=Law+and+Crime&y=cybernews%7C0%7C0%7C12%7C59

Pedoman Rakyat. 19 Desember 2006. “P3K, Pos Bantuan Pencari Keadilan”.

Radar Bali. 20 Februari 2007. “Testimoni Siti Sapurah – Raymond Simamora, Korban Ketidakadilan Hukum di Bali. Tersayat Ingat Anak Umur Dua Tahun Diperkosa”.

Seputar Indonesia. 17 Maret 2007. “Pemerintah Harus Terbitkan PP Bantuan Hukum”.

Suara Karya. 21 Februari 2007. “Bantuan Hukum. LBH Harus Bela Rakyat Miskin”.

Surabaya Pagi. 7 Februari 2007. “Akses Masyarakat dalam Sistem Peradilan. Mafia Marak, Kelompok Marginal Sulit Dalat Akses Keadilan”.

Surabaya Post. 7 Februari 2007. “Orang Miskin Dilarang Cari Keadilan”.

Surya. 7 Februari 2007. “LBH Minta Dana Prodeo”

Tribun. 20 Desember 2006. “LBH Bentuk 25 Pos Pertolongan Hukum”.


Lainnya

EU-MA doc. “Good Governance in the Indonesian Judiciary Project”.



Lampiran:


Tabel

Hasil Seleksi Calon Hakim Agung Tahap II
No.
Nama Bakal Calon Hakim Agung
Jabatan/Kedudukan Sekarang
Kota

Sumber: Panitia Seleksi Calon Hakim Agung RI, 30 Maret 2007.
Load Counter